Sejarah Pembentukan Kabupaten Nias Barat
Pada tahun 1919 sewaktu Nias dijajah oleh
Belanda Pulau Nias hanya terdiri dari 8 kecamatan dan salah satu
kecamatannya adalah kecamatan Nias Barat dengan Ibukota di Lahagu.
Kecamatan Nias Barat terdiri dari 7 öri atau negeri yaitu :
1. Lahagu2. Tugala’oyo
3. Moro’ö
4. Ulumoro’ö
5. Ma’u
6. Lahömi
7. Hinako
Pada tahun 1945 dan sebelumnya sejak Nias
dijajah oleh Jepang dan sampai pada jaman kemerdekaan di 1965 kecamatan
Nias Barat terdiri dari 5 öri atau negeri yaitu :
1. Lahömi dengan pusat Tuhenöri di Fulölö2. Hinako dengan pusat Tuhenöri di Hinako
3. Talunoyo dengan pusat Tuhenöri di Lahagu
4. Ulu Moro’ö dengan pusat Tuhenöri di Simaeasi/Lawelu
5. Moro’ö dengan pusat Tuhenöri di Iraonogambö
Pada tahun 1966 sampai pada tahun 1999
dan sampai ada usulan pembentukan daerah otonomi, kecamatan di wilayah
Nias Barat terdiri dari 2 kecamatan yaitu
1. Kecamatan Sirombu dengan Ibukota Tetesua2. Kematan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe
Pada tahun 2003 sewaktu usulan pembentukan Kabuparen Nias Barat terdiri dari 3 kecamatan yaitu
1. Kecamatan Sirombu dengan Ibukota Tetesua2. Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe/Fadorobahili
3. Kecamatan Lölöfitu Moi dengan Ibukota Lölöfitu Moi (Pemekaran dari Kecamatan Gidö).
Pada Pemekaran kecamatan berdasarkan perda no.5 tahun 2005 maka wilayah kabupaten Nias Barat menjadi :
1. Kecamatan Sirombu dengan Ibukota Tetesua2. Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe
3. Kecamatan Lölöfitu Moi dengan Ibukota Lölöfitu Moi
4. Kecamatan Mandrehe Utara dengan ibukota Lahagu
5. Kecamatan Mandrehe Barat dengan ibukota Lasarafaga
6. Kecamatan Moro’ö dengan ibukota Hilifadolo
7. Kecamatan Ulu Moro’ö dengan ibukota Lawelu
8. Kecamatan Lahömi dengan ibukota Sitölubanua
II. Berdasarkan Historis Strategi Perjuangan
Seiring dengan kemerdekaan negara
republik Indonesia maka wilayah Nias Barat yang terdiri dari öri Lahömi,
öri Hinako, öri Talunoyo, öri Ulu Moro’ö, öri Moro’ö sangat terisolir
dan boleh dikatakan merupakan wilayah yang terabaikan dari pemerintahan
daerah kabupaten yang berpusat di Gunungsitoli.
Oleh keterbelakang tersebutlah maka di
Nias Barat tak ubahnya seperti wilayah yang belum merdeka artinya para
pejabat pemerintah yang ditempatkan disana bukan bertindak sebagai
pamong pengayom masyarakat melainkan menjadi orang-orang yang
menakuk-nakuti rakyat dengan memberikan berbagai beban pekerjaan dan
pembayaran kepada rakyat seperti beban memperbaiki jalan raya dan
berbagai macam pungutan.
Keadaan pada birokrasi pemerintahan yang
menjadikan wilayah Nias Barat terabaikan hal yang sama terjadi dalam
bidang pelayanan keagamaan dimana hirarki yang terlalu jauh antara
jemaat dengan kantor pusat BNKP atau kantor pendeta distrik akan sangat
mengganggu kecepatan pelayanan kepada masyarakat. Maka demi mengutamakan
efisiensi dan efektifitas pelayanan kepada jemaat yang berada jauh
dipedalaman Nias Barat dengan berani tiga orang pendeta distrik yaitu
1. Pdt. Kart Dalihuku Marundruri dari distrik Hinako
2. Pdt. Fosasi Daeli dari distrik Lahömi dan
3. Pdt. Fangaro Gulö dari distrik Moro’ö
Menyatakan mendirikan gereja Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) pada 16 April 1952 yang mana dengan demikian memiliki keleluasaan dalam melakukan pelayanan kepada jemaat dan tidak memiliki beban psikologis yang dibatasi oleh panjangnya rentang kendali hirarki aturan gereja di BNKP. Tujuan utamanya adalah jemaat atau umat harus dilayani secara sungguh-sungguh tanpa dihalangi oleh aturan yang rumit.
1. Pdt. Kart Dalihuku Marundruri dari distrik Hinako
2. Pdt. Fosasi Daeli dari distrik Lahömi dan
3. Pdt. Fangaro Gulö dari distrik Moro’ö
Menyatakan mendirikan gereja Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) pada 16 April 1952 yang mana dengan demikian memiliki keleluasaan dalam melakukan pelayanan kepada jemaat dan tidak memiliki beban psikologis yang dibatasi oleh panjangnya rentang kendali hirarki aturan gereja di BNKP. Tujuan utamanya adalah jemaat atau umat harus dilayani secara sungguh-sungguh tanpa dihalangi oleh aturan yang rumit.
Berpedoman pada keberanian para
rohaniawan Nias Barat yang lebih mementingkan pelayanan umat atau rakyat
daripada atasan di hirarki. Maka pada tahun 1950an juga tokoh
masyarakat di Nias Barat telah memperbincangkan rencana pembentukan
kabupaten Nias Barat namun oleh berbagai hambatan niat tersebut belum
bisa terwujud.
Susahnya akses jalan dari Nias Barat ke
Gunungsitoli yang harus ditempuh dengan berjalan kaki menyelusuri jalan
setapak, naik dan turun gunung, menyelusuri dan menyeberang sungai
apakah itu sungai Lahömi, Moro’ö, Siwalawa, Oyo, Muzöi serta sungai
kecil lainnya belum lagi yang dari Hinako harus menyeberangi lautan
menuju ke Sirombu. Melewati jalan lumpur yang dalamnya setinggi paha
orang dewasa di ndraso noyo atau bermalam di pinggir jalan kalau
dihalangi banjir atau terpaksa menginap di pondok/ndrundru nose di
persawahan, ini merupakan bagian kisah anak-anak Nias Barat yang
berjuang untuk meneruskan sekolah ke Sekolah Lanjutan Atas di
Gunungsitoli karena belum ada SLTA di Nias Barat dan kondisi ini masih
berlangsung sampai dengan pertengahan tahun 1980an.
Atas dasar senasib dan sepenanggungan
inilah anak-anak sekolah SMA, SPG dan STM yang berasal dari kecamatan
Sirombu, Mandrehe, Lolowa’u dan sebagian dari Tugala oyo Alasa bersatu
rasa di Gunungsitoli pada tahun 1960an mereka saling membantu bila
terjadi perkelahian sesama pelajar pada waktu itu, memang tahun 60an
sampai 70an tawuran pelajar sering terjadi di Gunungsitoli, tawuran
pelajar antar daerah.
Karena saling bertemu di gereja BNKP
segitiga pada hari minggu, maka mereka sepakat membawakan koor yang
diberi nama koor SION dan boleh dikatakan setiap minggu mereka berkumpul
untuk latihan koor, persaudaraan dan kebersamaan itulah yang menjadi
cikal bakal terbentukknya persekutuan doa SALOM yang akhirnya menjadi
Ormas dan organisasi inilah yang membentuk Panitia Badan Persiapan
Pembentukan Kabupaten Nias Barat (BPP Kanisbar) Pusat dengan ketua Zemi
Gulö SH, sekretaris Raradödö Daeli SIp dan bendahara Oneyus Halawa SE,
pada tanggal 18 Oktober 2003 dan direvisi menjasi SK no.03/SK/03 pada
tanggal 10 Nopember 2003 yang ditandatangani Aro Daeli BA (ketua) dan
Adieli Gulö (sekretaris).
Berdasarkan wewenang yang dimiliki BPP
Kanisbar pusat mengeluarkan surat pengangkatan Drs marthin Luther Daeli
MSi (ketua), Yupiter Gulö SE MM (sekretaris), Drs Faebuadödö Hia MSi
(bendahara) sebagai Panitia BPP Kanisbar perwakilan jakarta dengan Surat
Keputusan Nomor : SK-14/BPP-KNB/2004 tanggal 17 Juli 2004. Hal yang
sama juga di angkat Panitia Panitia BPP Kanisbar perwakilan Medan yang
diketuai Sudirman Halawa SH.
Setelah mandeg sejak tahun 2004 oleh
musibah tsunami dan gempa bumi, pergantian anggota DPR RI dan Presiden
RI akhirnya BPP Kanisbar perwakilan Jakarta mengadakan pertemuan dengan
masyarakat Nias Barat yang ada di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 5
Maret 2007 di Hotel Mercure Jl.Hayam Wuruk Jakarta membahas perkembangan
perjuangan pembentukan kabupaten Nias Barat dan juga pada tanggal 19
Maret 2007 ditempat yang sama meneruskan lagi pertemuan masyarakat Nias
Barat dan secara kebetulan pada tempat yang sama di Hotel Mercure ada
petemuan Komisi II DPR RI dan oleh Firman Jaya Daeli membawa tiga orang
anggota DPR RI dari PDIP yaitu FACHRUDDIN S,H.(wakil ketua komisi II),
Drs Ben Vincent Djeharu, MM, Dra EDDY MIHATI MSi masing-masing anggota
komisi II ke dalam rapat masyarakat Nias Barat.
Pada saat itu bapak Fachruddin meminta
agar kalau mau memperjuangkan pemekaran Nias sebaiknya diusulkan
sekaligus 3 daerah otonomi supaya ke depan peluang untuk menjadikan
propinsi Nias terpenuhi dengan ada 5 daerah tingkat II di Pulau Nias dan
meminta agar pada Sidang komisi II DPR RI pada tanggal 24 Maret 2007
datang dengan membawa anggota DPRD dari Nias supaya pemekaran Nias
menjadi usul hak inisiatif DPR RI.
Maka pada sore hari sabtu itu juga (19
Maret 2007) BPP kanisbar Jakarta mengontak BPP Nias Utara, Anggota DPRD
II Nias, dan Pemda Nias untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang
dibutuhkan pada hari kamis (24 Maret 2007). Hanya dalam 4 hari maka
persiapan dapat terpenuhi semua temasuk usulan baru pembentukan kota
Gunungsitoli dan mungkin Gunungsitolilah proses tercepat di seluruh
Indonesia hanya 19 bulan (Maret 2007 – Oktober 2008) yah selamat
menikmatilah……itulah kalau rejeki lagi mulus, tapi jangan seperti kacang
ya…canda aja kok.
Selanjutnya secara intensif ketiga
komunitas Nias Barat, Nias Utara dan Kota Gunungsitoli bersama Pemda dan
DPRD II Nias bersama komponen masyarakat Nias dan para kolega bahu
membahu mewujudkan pemekaran Nias dimulai dengan dibentuknya Team
Fasilitasi pemekaran Nias oleh Bupati Nias yang diketuai Drs Marthin
Luther Daeli MSi pada tanggal 29 Maret 2007.
Ada Pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten
dan DPRD II Nias pada tanggal 14 April 2007 di Hotel Sahid Jaya Jl.
Sudirman Jakarta untuk membahas blue print Nias juga dimanfaatkan untuk
memperjuangkan pemekaran Nias.
Senin, 11 September 2007 Sidang paripurna
DPR RI untuk menjadikan pembentukan Kabupaten Nias Barat, Nias Utara
dan Kota Gunungsitoli bersama 12 daerah otonomi lainnya di Indonesia
menjadi hak inisiatip DPR RI dan dikenal dengan kelompok 15 karena ada
15 calon daerah otonomi yang secara bersama-sama diusulkan.
Setelah melalui berbagai survey dan
proses oleh team DPR RI, DPD, Depdagri, DPOD maka pada rapat paripurna
DPR RI tanggal 29 Oktober 2008 disahkan undang-undang pembentukan
Kabupaten Nias Barat, Nias Utara dan Kota Gunungsitoli bersama 7 daerah
otonomi lainnya. Dan pada tanggal 26 November 2008 terbitlah undang
undang nomor 46 tahun 2008 mengenai pembentukkan kabupaten Nias Barat.
Pada tanggal 26 Mei 2009 peresmian dan
pelantikan penjabat bupati Nias Barat Faduhusi Daeli SPd bersama 6
penjabat bupati/walikota lainnya oleh menteri dalam negeri Mardiyanto di
gedung departemen dalam negeri Jakarta.
Selamat menjadi kabupaten Nias Barat, selanjutnya bagaimanakah..? kita tunggu saja.
Disadur dari berbagai sumber tulisan dan percakapan dengan dengan redaksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar